Aku masih saja di ruang yang sama, dimana terakhir kali aku jatuh dengan cinta, dimana aku menghilangkan ingatanku akan jalan keluar dari ruangan ini. Aku masih saja menatap jendela yang sama, dimana terakhir kali aku membasahi mataku dengan genangan kenangan. Aku masih berdiri di depan pintu, menghalangi yang ingin masuk, menghalangi yang ingin keluar.
Aku masih saja menunggu hujan turun dengan rytme yang sama seperti waktu kita menerjangnya berdua, membasahi diri dengan kebodohan masing masing dengan menunggu meneduh di ruang yang rapuh.
Aku rindu menunggumu merengek memintaku tersenyum oleh tingkahmu, aku masih cinta caramu membuatku menunggu.
Aku masih merasa memang aku yang paling bisa membuatmu bahagia, dengan kesederhanaanku.
Aku masih merasa memang kamu yang paling bisa membuatku bahagia, dengan kesederhanaanmu.
Aku merasa paling benar dengan semua itu, itulah kesalahanku.
Terlebih saat kita sama sama tersesat di ruang yang berbeda, dan sama sama sadar kita tersesat. Kita sama sama pulang. Pada kesendirian.
Semoga setiap doa masih dijabah yang maha kuasa agar menurunkan hujan dengan rytme yang sama saat kita pulang jalan berdua.
Semoga setiap semoga dari kita yang masih berbeda akan sama seperti sedia kala.
Aku berharap setiap harap tidak terhenti sebelum kita mulai, tidak padam sebelum kita nyalakan.
Sebab untukmu, aku masih jadi aku yang dulu saat kita menjadi kekasih tak berikatan.